.
Home » » pengertian, dasar hukum, muzara’ah serta mukhabarah

pengertian, dasar hukum, muzara’ah serta mukhabarah

jika kita cermati kehidupan penduduk indonesia yang agraris. praktik pemberian imbalan atas jasa seseorang yang sudah menggarap tanah orang lain ada banyak dikerjakan pemberian imbalan ada yang condong pada praktek muzara’ah serta ada yang condong pada praktik mukhabarah. perihal tersebut banyak dikerjakan oleh beberapa petani yang tidak mempunyai tempat pertanian cuma untuk petani penggarap.
muzara’ah serta mukhabarah ada hadits yang melarang seperti yang diriwayatkan oleh ( h. r bukhari ) serta ada yang membolehkan seperti yang diriwayatkan oleh ( h. r muslim ).
menurut pada dua hadits tersebut gampang – mudahan ke-2 belah pihak tak ada yang dirugikan oleh di antara pihak, baik itu pemilik tanah ataupun penggarap tanah

muzara’ah serta mukhabarah
a. pengertian muzara’ah serta mukhabarah
muzara’ah adalah kerjakan tanah ( orang lain ) seperti sawah atau ladang dengan imbalan beberapa akhirnya ( seperdua, sepertiga atau seperempat ). namun cost pelaksanaan serta benihnya ditanggung pemilik tanah
mukhabarah adalah kerjakan tanah ( orang lain ) seperti sawah atau ladang dengan imbalan beberapa akhirnya ( seperdua, sepertiga atau seperempat ). namun cost pelaksanaan serta benihnya ditanggung orang yang kerjakan.
timbulnya pengertian muzara’ah serta mukhabarah dengan ta’rif yang tidak sama tersebut dikarenakan ada ulama yang membedakan pada makna muzara’ah serta mukhabarah, yakni imam rafi’i berdasar dhahir nash imam syafi’i. namun ulama yang menyamakan ta’rif muzara’ah serta mukhabarah salah satunya nawawi, qadhi abu thayyib, imam jauhari, al bandaniji. mengartikan sama memberi ketetntuan : usaha kerjakan tanah ( orang lain ) yang akhirnya dibagi.

b. dasar hukum muzara’ah serta mukhabaroh
عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيْجِ قَالَ كُنَّااَكْثَرَاْلاَنْصَارِ حَقْلاً فَكُنَّا نُكْرِىاْلاَرْضَ عَلَى اَنَّ لَنَا هَذِهِ فَرُبَمَا أَخْرَجَتْ هَذِهِ وَلَمْ تُخْرِجْ هَذِهِ فَنَهَانَاعَنْ ذَلِكَ

berarti :
berkata rafi’ bin khadij : “diantara anshar yang sangat banyak memiliki tanah yaitu kami, maka kami persewakan, beberapa tanah buat kami serta beberapa tanah buat mereka yang mengerjakannya, terkadang beberapa tanah itu sukses baik serta yang lain tidak sukses, maka oleh sebab itu raulullah saw. melarang paroan lewat cara demikianlah ( h. r. bukhari )

عَنْ اِبْنِ عُمَرَاَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطِ مَايَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ اَوْزَرْعٍ (رواه مسلم)
berarti :
dari ibnu umar : “sesungguhna nabi saw. sudah berikan kebun pada masyarakat khaibar supaya dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka dapat diberi beberapa dari pendapatan, baik dari buah – buahan ataupun dari hasil pertahun ( palawija )” ( h. r muslim )

c. pandangan ulama pada hukum muzara’ah serta mukhabarah
dua hadits diatas yang jadikan pijakan ulama untuk menuaikan kemampuan serta katidakbolehan lakukan muzara’ah serta mukhabarah. 1/2 ulama melarang paroan tanah maupun ladang beralasan pada hadits yang diriwayatkan oleh bukhari tersebut di atas
ulama yang lain berpendapat tak ada larangan untuk lakukan muzara’ah maupun mukhabarah. pendapat ini dikuatkan oleh nawawi, ibnu mundzir, serta khatabbi, mereka mengambil alsan hadits ibnu umar yang diriwayatkan oleh imam muslim di atas
adapun hadits yang melarang tadi maksudnya cuma jika ditentukan pendapatan dari beberapa tanah, harus kepunyaan salah seorang di antara mereka. dikarenakan memanglah perihal di periode dahulu, mereka memarohkan tanah dengan syarat dia dapat mengambil pendapatan dari beberapa tanah yang lebih subur situasi inilah yang dilarang oleh nabi muhammad saw. didalam hadits yang melarang itu, dikarenakan pekerjaan demikianlah tidaklah lewat cara adil serta insaf. juga pendapat ini dikuatkan orang banyak.

d. zakat muzara’ah serta mukhabarah
zakat hasil paroan sawah atau ladang ini harus atas orang yang mempunyai benih, lantas pada muzara’ah, zakatnya harus atas petani yang bekerja, dikarenakan pada hakekatnya dialah yang bertanam, yang mempunyai tanah seolah – olah mengambil sewa tanahnya, namun pendapatan sewaan tidak harus dikeluarkan zakatnya
namun pada mukhabarah, zakat harus atas yang mempunyai tanah dikarenakan pada hakekatnya dialah yang bertanam, petani cuma mengambil upah bekerja. pendapatan yang didapat dari upah tidak harus dibayar zakatnya. bila benih dari keduanya, maka zakat harus atas keduanya, di ambil dari jumlah pendapatan sebelum saat dibagi.

dari sini kita bisa mengambil rangkuman bahwa mukhabarah adalah kerjakan tanah ( orang lain ) seperti sawah atau ladang dengan imbalan beberapa akhirnya ( seperdua, sepertiga atau seperempat ). namun cost pelaksanaan serta benihnya ditanggung orang yang kerjakan.
karenanya ada praktek mukahbarah amat beruntung ke-2 belah pihak. baik pihak pemilik sawah atau ladang ataupun pihak penggarap tanah.
pemilik tanah lahannya bisa digarap, namun petani bisa menambah tarap hidupnya
Share this article :

Berlangganan via Email

Berlangganan Lewat Email !
Dapatkan kiriman artikel terbaru langsung ke email anda!


 
Support : Bayani Education | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Bayani Education - All Rights Reserved
Tempat Belajar Online Di Indonesia Bayani Education